Kaya Udang dan Lobster Namun Belum Dimanfaatkan
Pantai di selatan Jawa memang terkenal dengan ombaknya yang ganas. Tak heran kalau pantai yang secara geografis berhadapan dengan Samudra Hindia itu kerapkali dikaitkan dengan berbagai hal berbau mistis.
Maklum, banyak orang yang sedang bermain di pantai itu terseret, tergulung ombak, dan akhirnya tewas tak berdaya. Namun di balik keangkeran tersebut, deep sea (dengan kedalaman laut di atas 200 meter) di selatan Jawa sungguh sangat menggoda. Ya, laut tersebut ternyata kaya udang (prawn) dan lobster (scampi).
Berdasarkan riset yang dilakukan Dr Ali Suman, Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, deep sea di sepanjang selatan Jawa pada kedalaman 200 sampai 500 meter dihuni oleh 36 jenis udang.
"Jenis yang paling dominan adalah udang penaeid (Plesiopenaeus edwardsianus)," ungkap Suman. Udang laut dalam yang bernilai ekonomis tinggi lainnya adalah Aristeus virilis, Aristeomorpha foliace, Heterocarpus woodmasoni, dan Haliporoides sibogae.
Seperti diketahui habitat utama udang penaeid adalah dasar perairan yang berlumpur. Hal ini sesuai dengan fakta di lapangan bahwa dasar laut di selatan Jawa memang terdiri dari lumpur.
Selain itu, potensi yang tak kalah menariknya adalah lobster dari jenis Metanephrops andamanicus. "Lobster bergizi dan berasa gurih tersebut memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi," tambah Peneliti pada Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanandan Konservasi Sumber Daya Ikan, Fayakun Satria.
Belum Dieksploitasi
Udang dan lobster sejenis juga ditemukan di deep sea utara Australia dan Samudra Pasifik. Bedanya, Australia telah berhasil menangkap udang dan lobster sehingga mampu mendatangkan devisa yang lumayan tinggi.potensi udang dan lobster di laut dalam. Sebaliknya, Indonesia belum mengeksploitasi potensi tersebut.
Suman optimis, melalui sentuhan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi udang dan lobster yang tersembunyi di laut dalam. Seperti diketahui, udang dan lobster merupakan sumber daya yang dapat pulih kembali (renewable resources).
Itu berarti, potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan laju penangkapan tidak boleh melampaui laju kemampuan daya pulihnya. Hanya udang-udang dewasa yang boleh ditangkap.
Dengan demikian, pendayagunaan sumber daya alam tersebut dapat mendongkrak pendapatan masyarakat. Bayangkan kalau udang dan lobster tersebut tak dimanfaatkan, secara alami ia akan mati dan membusuk di dasar laut.
Merujuk hasil penelitian Suman dan Satria, kepadatan stok udang laut dalam pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Samudra Hindia di selatan Jawa berkisar 8 - 399 kg/km2 dengan potensi penangkapan sekitar 568 ton per tahun.
Perinciannya, kawasan yang paling rendah kepadatan stoknya berada di selatan Cilacap. Sedangkan yang tertinggi di sebelah selatan Yogyakarta.
Potensi serupa juga menghampar di Samudra Hindia di bagian barat Sumatera. Di situ terdapat 33 jenis udang yang didominasi oleh pandalidae dari jenis Heterocarpus sp.
"Hal ini mengindikasikan bahwa dasar perairan tersebut dihuni karang-karang. Kondisi ini sangat berbeda dengan dasar perairan laut dalam di selatan Jawa dan kawasan timur Indonesia," kata Suman.
Ia mengungkapkan, kepadatan stok udang di ZEE Samudra Hindia sebelah barat Sumatera sekitar 2,0 - 9,1 kg/km2 dengan potensi penangkapan mencapai 72 ton per tahun. Dari angka tersebut, kepadatan tertinggi terdapat di sebelah barat Aceh.
Apalagi jika kita menoleh ke deep sea di kawasan timur Indonesia. Potensi penangkapan udang laut dalam mencapai lima kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan barat Indonesia. "Kepadatan stok udangnya mencapai 0,28 - 1,97 ton/km2 yang tersebar di sekitar pulau-pulau kecil seperti Kai, Aru, dan Tanimbar," jelas Suman.
Memang Unik
Udang yang hidup di laut dalam memang tergolong unik. Dilihat dari pola pertumbuhan misalnya, ia mengikuti pola allometris. Artinya, pertambahan panjang tubuhnya tidak secepat pertumbuhan bobotnya.
Begitu juga dengan ukuran untuk setiap individunya. Ternyata udang betina selalu lebih panjang dan lebih berat daripada yang jantan. Di samping itu, populasi udang betina juga lebih banyak ketimbang udang jantan.
"Fenomena ini menunjukkan bahwa populasi sumber daya udang tersebut masih dalam kondisi baik. Sebab, dengan ditemukannya populasi udang betina yang lebih banyak, maka pembaruan populasi (recovery) akan terjamin lebih baik," ujarnya.
Ketika tim peneliti mengambil contoh udang lebih dalam lagi, hasilnya juga mengejutkan. Ternyata semakin gelap dan dalam dasar laut tersebut, ukuran udangnya semakin besar.
Dilihat dari bentuk fisiknya, udang-udang itu tampak menyeramkan. Maklum, ia mampu hidup dan beradaptasi dengan suhu super dingin dan tekanan air yang sangat tinggi.
Jadi, jangan kaget ketika udang itu terjaring dengan alat tangkap, ia seketika akan mati saat berada di permukaan laut. Udang-udang itu tak mampu beradaptasi pada suhu hangat dan tekanan rendah di permukaan laut.
Berbagai keunikan dari biota laut dalam inilah yang menggugah berbagai peneliti dalam dan luar negeri untuk menguak rahasia alam. Di Indonesia, riset pertama kali mengenai udang laut dalam dilakukan oleh MJ George pada 1967.
Ia menemukan udang penaeid laut dalam di Laut Flores, Selat Makassar, Laut Banda, dan Laut Arafura.
Beberapa tahun kemudian, kapal Korea Oh Dae San menemukan udang Solenocera promintes pada kedalaman 200 m di selatan Jawa. Ada juga Ekspedisi Karubar untuk mengetahui stok udang laut dalam di perairan Kai, Aru, dan Tanimbar.
Lalu, pada 2004 dan 2005 peneliti Indonesia dan Jepang berhasil menguak potensi udang dan lobster di Samudra Hindia sebelah selatan Jawa dan barat Sumatera.
Berbagai riset tersebut menunjukkan bahwa potensi udang dan lobster di laut dalam Indonesia masih menghampar luas. Sebuah harapan yang berguna untuk mengangkat derajat nelayan yang masih dililit kepapaan. b siswo
Home »
Berita umum
» Deep Sea Selatan Jawa
Deep Sea Selatan Jawa
Written By Tole ne Toudano on Selasa, 03 Januari 2012 | 19.17
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar